Sumber : http://coretan-siperantau.blogspot.com/2012/02/cara-membuat-burung-twitter-terbang-di.html#ixzz1o1o1opUK
Original Post at: http://irakbuzz.blogspot.com/2011/07/cara-membuat-bintang-bertaburan-di.html

Senin, 22 April 2013

Novel Fan Fiction

For Season For Love


Prolog



Seoul, South Korea

There is no reason to loving someone….

Seorang gadis berdiri mematung di balkon sebuah ruangan di rumah sakit. Matanya indahnya tak berhenti menatap sang surya yang hendak pulang ke peraduannya. Matahari terbenam di Kota Seoul, indah sekali. Udara sore yang dingin tak ia pedulikan, meski terus menerus menghembus tubuh mungilnya yang masih dalam kondisi lemah. Seorang pria memperhatikannya dari bawah gedung rumah sakit sambil tersenyum.
“Bagaimana keaadanmu, Chagi?” Tak beberapa lama kemudian pria itu sudah berdiri disampingnya.
“Baik-baik saja, Oppa. Terima kasih Oppa sudah mau kembali kesini. Tapi bukankah Oppa harus mengurusi urusan yang lebih penting?”
“Sudah beberapa kali kukatakan padamu. Kau masih butuh pengawasan. Aku tidak bisa meninggalkanmu sendirian.”
“Kenapa Oppa tidak bisa meninggalkanku sendirian?”
“Apa itu perlu dijawab?”
“Perlu….”
“Karena aku mencintaimu…” Tiba-tiba jantung Junho berdetak lebih cepat ketika dia menyadari apa yang baru saja dikatakannya.
Kenzie mengubah pandangannya. Ia terpekur sejenak, berusaha mencerna kata-kata yang baru saja ia dengar. “Beri aku alasan mengapa Oppa mencintaiku.”
“Mengapa aku mencintaimu?” Pria itu mengerutkan keningnya, tidak mengerti perkataan yang terlontar dari seorang gadis yang berdiri didepannya. “Bagaimana bisa aku tidak mencintaimu?”
“Junho Oppa, aku yang bertanya…”
“Aku tidak bisa mengatakannya, Kenzie-ah…”
“Tapi… kenapa?”
“Karena itu memang tidak bisa dikatakan. Kau tahu? Mencintaimu bukanlah sebuah alasan. Mencintaimu tidak perlu sebuah alasan.” Junho menatap mata lawan bicaranya yang semakin lama semakin tertunduk dalam. “Alasan untuk mencintaimu, itu tak lagi cukup kuungkapkan dengan kata-kata. Itu terlalu sempurna, terlalu indah….”
“Aku tidak mengerti…” Air mata Kenzie mulai jatuh.
“Kau tidak perlu mengerti, Chagi. Kau hanya perlu menerima dan memahaminya.”
Junho meraih tangan Kenzie dan menggenggamnya. Jarinya berusaha menghapus air mata Kenzie yang jatuh membasahi pipinya. Lalu ia memeluknya dalam kehangatan, berusaha sekuat tenaga untuk tidak melepasnya. Kenzie melepaskan tangisannya di pundak Junho, membiarkan semua beban yang selama ini menumpuk dipunggungnya menguap begitu saja.  Sekarang, semuanya terasa ringan. Kenzie tersedu-sedu dan menarik nafasnya yang terasa berat, sementara Junho terus berusaha membuatnya tenang.
“Apapun akan kulakukan agar kita tetap seperti ini. Aku mencintaimu, Kenzie.…”




 Chapter 1


San Diego, South California

                Tetesan air hujan jatuh membasahi daun-daun kering di pelataran rumah. Gemiricik air mengalir lembut di sungai kecil, membawa kedamaian tersendiri. Ini hujan pertama di musim gugur. Seperti sebuah keajaiban, alur kehidupan yang semestinya sudah tergaris. Seorang gadis tengah sibuk mempersiapkan keberangkatannya, keberangkatan yang akan membawanya menuju alur kehidupan yang sesungguhnya. Sepasang mata indahnya menatap lurus kearah sungai kecil disamping rumahnya.
I’m gonna miss you all…..,” tak terasa bulir air mata jatuh menetes dipipinya, bersamaan dengan rintik hujan yang menyapanya lewat kaca jendela. Terdengar seseorang mengetuk pintu perlahan.
Is everything all right, Honey?” seorang wanita berwajah lembut, penuh ketenangan dan kasih sayang berjalan mendekat kearahnya. “Ibu akan selalu merindukanmu, Sayang. Tak perlu khawatir, kau akan baik-baik saja. Ini semua demi cita-citamu.”
“Ibu, aku menyayangimu.…..” beberapa saat kemudian seorang pria separuh baya datang dan mencoba menenangkan suasana.
“Kami semua menyayangimu, Chagi.” Sang ayah pun kemudian ikut memeluk mereka berdua. “Let’s get prepared, Chagi. You will late if you don’t. Kita harus sampai dibandara 2 jam lagi.”
“Baiklah Ayah.”
Han Kenzie, seorang gadis California keturunan Korea yang ingin melanjutkan Pendidikan di Seoul University. Ia rela meninggalkan kota kelahirannya itu demi cita-citanya. Meskipun terasa berat, ia harus konsisten pada komitmennya. Jauh dari ayah dan ibu bukanlah hal yang mudah. Tapi itu adalah satu-satunya cara untuk memenuhi semua hasratnya.
Koper demi koper ia masukkan ke dalam bagasi mobil. Ia tak mau ambil repot untuk memboyong semua barang-barangnya ke Korea. Ia lebih memilih untuk menghibahkannya saja pada beberapa orang teman sebaya dan tetangga-tetangga sekitar rumahnya. Tetesan hujan masih setia menemaninya, untuk mengantarkannya keberangkatannya.
“Mungkin aku tak lagi bisa mendengar suara lembut aliran sungai yang menenangkanku disini. Tapi aku yakin aku akan segera menemukan suara lembut lain yang menenangkanku disana.”
Deru mesin mobil menyusuri jalan yang basah terkena air hujan. Meskipun demikian, tak membuat Kenzie menunda keberangkatannya menuju Seoul. Tak beberapa lama kemudian, ayahnya sudah menghentikan mobilnya diparkiran bandara. Kenzie segera membantu ayahnya menurunkan barang-barangnya.
Chagi, sepertinya penerbanganmu akan sedikit tertunda karena cuacanya tidak terlalu mendukung. Sebaiknya kita menunggu di lobi saja.” Ayah Kenzie memberikan informasi.
Aigoo, semoga saja tidak terlambat sampai di Seoul.” Kenzie mulai cemas.
Calm down, Honey. Kau akan sampai disana tepat waktu. Jangan takut.” Ibu Kenzie mencoba menenangkannya dari kecemasan.
Benar saja, penerbangan hari itu harus tertunda. Sepertinya hujan memang tak mengizinkan Kenzie meninggalkan California. Bukan hanya Kenzie, penumpang pesawat lain dengan puluhan kota tujuan berbeda pun ikut tertunda penerbangannya. Kenzie bersama ayah dan ibunya duduk disebuah ruangan lobi bandara sambil menikmati secangkir Vanilla Late.
“Kenzie-ah, bagaimana rencanamu ketika nanti kau sudah sampai di Seoul?” Tanya ayah Kenzie.
“Sepertinya aku akan langsung mencari apartemen, Ayah. Pihak universitas bilang, mereka akan memberiku seorang mentor yang akan mengurusku selama aku menjadi mahasiswa disana.”
“Memberi? Seorang mentor?” Ibu Kenzie terlihat tidak mengerti dengan arti kata “memberi” yang baru saja dikatakan Kenzie tadi.
Yes, Mom. Maksudnya, akan ada seorang mentor yang akan mendampingiku ketika aku berada dikota Seoul nanti.”
Arraseo. Tapi apa kau sudah mengetahui siapa yang akan menjadi mentormu nanti? Jujur saja, ayah penasaran ingin mengetahuinya.”
Kenzie tersenyum hangat. “Belum Ayah. Aku juga belum tahu siapa  yang akan menjadi mentorku nanti.”
“Baiklah, semoga siapapun yang akan menjadi mentor Kenzie nanti akan tahan menghadapi sikap Kenzie kita yang manja itu. Benar tidak, Honey?” Goda ibu Kenzie sambil menatap suaminya.
That’s right, Sayang.” Kenzie hanya merajuk melihat kedua orang tuanya bertingkah seperti itu. Kemudian ayah Kenzie terdiam beberapa saat sebelum beliau berbicara. “Kenzie, sebenarnya Ayah dan Ibu ingin kau mengenal seseorang ketika kau tiba di Seoul nanti.”
“Seseorang di Seoul? Siapa dia, Ayah? Apa dia teman Ayah?”
Ayah Kenzie menundukkan pandangannya. Kemudian ia menatap Ibu Kenzie penuh arti. “Iya, dia teman Ayah, teman lama. Dia mempunyai seorang anak. Usianya kurang lebih sebaya denganmu. Dia sedang kuliah di Seoul University juga.”
“Benarkah? Wah senangnya! Itu artinya kita pergi kuliah bersama-sama. Kita bisa menjadi teman baik disana.” Ayah Kenzie hanya bisa tersenyum. “By the way, siapa namanya, Ayah?”
“Park Eunji.”
“Nama yang bagus. Kedengarannya dia orang baik, walaupun aku belum pernah melihatnya. Semoga saja dia seperti apa yang aku pikirkan.”
Seorang informant berjalan menuju lobi dan mendatangi mereka bertiga yang tengah terlarut dalam pembicaraan hangat.
“Mr. Han Jin-Young, penerbangan dengan tujuan Seoul, Korea Selatan akan segera berangkat. Mohon untuk segera bersiap-siap di terminal 1-C.”
“Terima kasih.” Ayah Kenzie langsung berdiri dari tempat duduknya dan berjalan menuju terminal keberangkatan 1-C. “Kenzie, sekarang adalah saatnya. Jaga dirimu baik-baik. Kami akan merindukanmu.” Kenzie memeluk Ayahnya dengan hangat.
Honey, Ibu menyayangimu. Jangan lupa minum vitaminmu sebelum kau berangkat kuliah ya. Kami akan menelponmu sesering mungkin.” Ibu Kenzie menangis sambil memeluknya. “It’s too hard to letting you go…
“Ibu, I’ll miss you so much. I’ll take care myself, I promise. Ibu dan Ayah juga harus berjanji untuk menjaga diri baik-baik. I love you, Mom, Dad…
Kenzie memasang sabuk pengaman yang diinstruksikan oleh pramugari.  Pesawat akan lepas landas beberapa saat lagi. Kenzie menarik nafasnya dalam-dalam, dan menghembuskannya perlahan. Jantungnya berdegup semakin kencang. Bukan karena ia takut naik pesawat, tapi karena ia sedang mempersiapkan mentalnya untuk mengahadapi alur kehidupan baru yang akan dijalaninya di Seoul nanti. Senang, takut, sedih, bingung semuanya menjadi satu. Kehidupan baru. Suasana baru. Orang-orang baru. Bagaimana keadaan disana? Siapa saja yang akan menjadi temannya? Adakah petualangan baru? Akankah ia bertahan? Sanggupkah ia menjalaninya?
Ia memasang headphone yang tersambung di I-Pod, mencoba rileks dan memejamkan matanya. Dengan tekad dan keyakinan kuat didalam hatinya, ia berkata, “Seoul, here I come!”

#NowPlaying 2PM – Take Off
>oOo<


Incheon International Airport, South Korea
05.12 AM KST

Seorang gadis muda berdiri di terminal kedatangan sambil membawa papan nama bertuliskan “Han Kenzie”. Park Eunji, sesekali menoleh ke pintu kedatangan di bandara besar itu. Wajahnya cantik, meski dandanannya terlihat sederhana. Dengan kepangan rambut dan kacamata yang terpasang diatas hidungnya, ia dengan wajah berseri-seri menunggu kedatangan Kenzie. Ia sangat antusias untuk menyambut kedatangan Kenzie, bahkan untuk seseorang yang belum pernah ia temui sebelumnya.
“Kenapa belum datang juga? Ini sudah terlambat satu jam dari jadwal kedatangan yang seharusnya. Aigoo, semoga tidak terjadi apa-apa dengannya.” Dengan cemas ia terus menerus melirik jam tangan yang terpasang ditangan kirinya. Sejenak ia memutuskan untuk bertanya kepada seorang resepsionis yang sedari tadi memperhatikan gerak-geriknya yang cemas.
“Permisi, kapan pesawat dari California akan datang? Menurut jadwal yang saya lihat kemarin, pesawat itu akan tiba di Seoul sekitar pukul 04.30 AM pagi tadi. Sekarang sudah pukul 05.34, tapi kenapa pesawatnya belum datang juga?”
“Mohon tunggu sebentar, Nona. Kami akan mencari informasi.” Resepsionis itupun menatap layar monitor yang ada didepannya dan mencari-cari sebuah data yang diinginkan Eunji. Kemudian ia kembali mendatangi Eunji yang sedang cemas menunggu. “Maaf Nona. Pesawat yang Anda tunggu sedang mengalami masalah. Jadi mohon…..”
“Apa??? Pesawat dari California sedang mengalami masalah? Ya Tuhan, bagaimana ini?” belum selesai resepsionis itu berbicara, Eunji sudah memotongnya. Ia benar-benar khawatir pada Kenzie.
“Tenang dulu, Nona. Maksud Saya, pesawat yang datang dari California mengalami keterlambatan karena cuaca buruk disana. Jadi keberangkatannya pun ditunda. Tapi Nona tak perlu khawatir. Beberapa menit lagi pesawat itu akan segera landing disini. Silakan Nona menunggu di terminal kedatangan.”
“Cincayoo? Ah arasseo, kamsahabnida….” Eunji terlihat lega setelah mengetahui informasi yanig diberikan resepsionis itu padanya. Tiba-tiba saja perasaannya berubah. Jantungnya lebih cepat berdetak. Entah mengapa, dia penasaran sekali dengan seseorang bernama Han Kenzie. Seperti apa dia? Apakah dia orang baik? Eunji sangat berharap  bisa bersahabat dengannya.
Sementara itu Kenzie masih berusaha mengumpulkan segenap nyawanya yang masih berceceran di dalam pesawat yang membawanya. Perjalanan California-Seoul bukanlah sebuah perjalanan singkat yang biasa ia tempuh bersama ayah dan ibunya ketika mereka mengunjungi neneknya di Chicago, atau pergi berlibur dirumah saudara sepupunya di New York. Perjalanan kali ini baginya adalah sebuah perjalanan mengelilingi separuh, atau mungkin tiga perempat bagian bumi lainnya. Sambil membenarkan syal yang melilit lehernya, ia bersiap-siap merapikan dirinya.
“Han Kenzie, kau tidak boleh terlihat seperti orang yang baru bangun tidur, walau kenyataannya kau memang baru bangun tidur.” Kenzie meracau pada dirinya sendiri sambil melihat dirinya didalam cermin yang ia pegang. Kenzie pun turun dari pesawat dan bersiap mengantri untuk mengambil beberapa kopernya yang ia bawa dari California.
Eunji semakin tidak sabar menemui Kenzie diantara kerumunan orang-orang yang baru saja tiba di terminal kedatangan. Ia meninggikan papan yang bertuliskan “Han Kenzie” agar memudahkan seseorang yang bernama Han Kenzie menemukannya. “Seperti apa dia? Apakah dia cantik? Aku tidak sabar ingin melihatnya.” Katanya dalam hati.
Tiba-tiba pandangannya tertuju kepada seorang gadis yang memakai blouse coklat muda dan syal berwarna senada sedang berjalan menuju arahnya. Ia terkesiap, terdiam sejenak. “Oh Tuhan, apakah dia yang bernama Han Kenzie? Dia cantik sekali, seperti malaikat.”
Kenzie mendekat kearah Eunji, karena Eunji memegang papan nama yang bertuliskan namanya. “Annyeonghaseo, apa kau yang bernama Park Eunji? Perkenalkan, Han Kenzie-imnida.” Kenzie mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Eunji.
Eunji masih terperangah. Ia tidak percaya benar-benar akan bertemu dengan Kenzie. “Ehm, ne. Annyeonghaseo, Park Eunji-imnida. Bangapseumnida….” Eunji mengulurkan tangannya dan menjabat tangan Kenzie. “Tangannya lembut sekali. Senyumnya sangat menawan. Ia benar-benar seperti bidadari.” Katanya dalam hati.
“Eunji-ssi, bagaimana aku harus memanggilmu? Apa aku harus memanggilmu Eonni?”
Eunji pun baru tersadar bahwa ia belum melepaskan tangan Kenzie sejak mereka bersalaman tadi. Cepat-cepat ia menjawab dengan sedikit gugup. “Anio, kita sebaya. Panggil saja aku Eunji.”
“Baiklah, Eunji. Senang bertemu denganmu.”
Mereka pun segera meninggalkan ruang tunggu dan segera menuju pintu keluar. Eunji membantu membawakan barang-barang Kenzie yang terlihat banyak dan memasukkannya kedalam taksi.
Aigoo, tidak usah repot-repot Eunji. Aku bisa membawanya sendiri.”
“Tidak apa-apa, Kenzie. Aku senang bisa menyambut tamuku.”
“Ternyata orang Korea itu ramah-ramah ya?”
“Ah, kau bisa saja. Oh iya, Kenzie, ku kira kau cukup mahir berbahasa Korea. Apa kau banyak belajar dari ayahmu?”
“Iya. Ayahku sering mengajari dan membantuku mempelajari bahasa-bahasa seperti Bahasa Korea, Jepang, Indonesia, bahkan Bahasa Perancis.”
“Kedengarannya kau ini seorang penggemar sastra ya?”
“Benar. Sastra adalah hidupku. Maka dari itu aku melanjutkan kuliahku disini, di Seoul University. Tapi disini aku mengambil Fakultas Art Director.”
“Kenapa kau malah mengambil jurusan itu?”
“Karena aku juga seorang penggemar seni.”
“Baiklah, Han Kenzie. Kalau begitu kita bisa pergi kuliah bersama-sama. Mengenai tempat tinggal, kau tidak perlu mencari apartemen baru. Kita bisa tinggal bersama-sama di flat-ku. Pamanku yang memberikannya, jadi aku tidak perlu menyewa. Memang tidak terlalu besar. Tapi aku akan senang jika kau menerima tawaranku. Bagaimana, Kenzie-ah?”
Kenzie terkejut mendengar penawaran Eunji untuk tinggal di flat-nya. Apa tidak akan merepotkan? Mengapa Eunji baik sekali? Bahkan untuk orang yang baru pertama kali ia temui. “Eunji, apa kau benar-benar tidak akan kebaratan?” Eunji mengangguk mantap. “Baiklah, aku akan menerima tawaranmu. Terima kasih banyak Eunji.”
Sementara itu taksi terus melaju menyusuri jalanan kota Seoul yang masih terlihat sepi di pagi hari. Ternyata udara di Seoul lebih dingin daripada udara di California. Kenzie merapatkan syal yang dikenakannya untuk menutupi lehernya yang sedikit terbuka. Dari jendela mobil, ia melihat bangunan-bangunan kota Seoul yang megah.
Taksi yang mereka tumpangi berhenti disebuah bangunan flat yang cukup tinggi. Memang tidak terlalu mewah seperti rumahnya di California, tapi flat itu menarik dan nyaman untuk ditinggali. Kenzie dan Eunji masuk kedalam bangunan flat itu dan menaiki sebuah lift untuk mencapai lantai 4, tempat flat Eunji berada. Beberapa orang tetangga flat Eunji membantu mereka membawakan barang-barang kedalam flat-nya. Kenzie mulai berpikir seharusnya ia lebih banyak menghibahkan barang-barangnya di California. Eunji memasukkan kunci kedalam lubangnya. Perlahan pintu flat mungil itu mulai terbuka.
“Selamat datang di flat-ku.” Eunji menaruh koper-koper Kenzie dilantai dan melepaskan mantelnya.
Kenzie berjalan menuju flat sederhana itu. Tidak terlalu besar, tetapi sangat unik dan rapi. “Flat yang bagus. Nyaman dan rapi. Eunji-ah, sepertinya aku akan senang tinggal disini.”
Eunji menyunggingkan senyum diwajahnya. “Besok akan kuantar kau jalan-jalan berkeliling kota Seoul. Kau akan jatuh cinta pada kota ini!”
“Benarkah? Seberapa hebat kota ini sampai aku bisa jatuh cinta padanya?”
“Jauh lebih hebat daripada California.”
“Baiklah. Sepertinya memang begitu kelihatannya. Aku sudah melihat sebagian kecil kota Seoul tadi pagi. Dan aku mulai setuju denganmu.” Kenzie merapikan barang-barangnya.
“Kau bisa gunakan kamar yang disebelah kiri. Bagaimana?” Eunji memandu Kenzie menuju sebuah ruangan kecil yang akan menjadi kamarnya. “Jika kau tidak suka, kau bisa pakai kamarku. Aku akan berkemas.”
“Tidak, tidak perlu. Aku menumpang harus tahu diri.” Eunji tersenyum. “Terima kasih, Eunji.”
“Sama-sama, Kenzie. Sebaiknya kau membersihkan dirimu dan istirahat. Kau pasti lelah setelah perjalanan itu. Aku akan membuatkan makanan.”
Keesokan harinya, sesuai dengan janjinya kemarin, Eunji mengantar Kenzie berkeliling kota Seoul. Eunji juga memperkenalkan berbagai keindahan di kota ini. Mereka mengunjungi tempat-tempat vital di kota Seoul. Tak lupa, Eunji juga menunjukan tempat dimana gedung Kedutaan Besar Amerika berada. Kenzie benar-benar mengagumi keindahan kota ini. Perasaannya mulai bisa menyatu dan tak  lagi merasa asing. Ia merasa beruntung ayahnya mempunyai teman lama disini, dan mereka sangat baik hati. Sambil melangkahkan kaki, mereka berdua memutuskan untuk bersitirahat di bangku di sebuah taman kota.
“Kenzie-ah, sekolah mengatakan besok pagi kita harus menemui mentor kita.”
“Bukankah jadwal kuliah baru dimulai seminggu lagi?”
“Iya. Tapi kita harus menemuinya besok. Aku juga tidak mengerti kenapa harus besok.”
“Mungkin sekolah menginginkan kita mengenal mentor kita terlebih dahulu dan bisa membicarakan masalah akademis.”
“Bisa jadi seperti itu. Aku tidak sabar ingin mengetahui siapa mentorku nanti! Bagaimana denganmu, Kenzie?”
“Aku? Ah, biasa saja. Sebenarnya aku tidak terlalu ingin siapapun menjadi mentorku.”
“Kenapa memangnya?” Eunji mengerutkan kening. Ia mulai berpikir bahwa gadis ini aneh.
“Aku tidak suka orang lain mengatur hidupku. Apalagi dia belum aku kenal.”
“Aish! Kenzie-ah, jangan seperti itu. Walau bagaimanapun juga kita ini masih membutuhkan seorang pembimbing. Mungkin dia sangat berpengalaman.”
“Ya, kita lihat saja nanti. Semoga saja orangnya tidak menyebalkan.”
Mereka berdua tertawa renyah sambil menikmati satu cup jus strawberi ditangan masing-masing. Angin menghembus membelai rambut indah mereka berdua. Eunji masih terperanjat ketika melihat senyum Kenzie mengembang diwajah cantiknya. Rambut panjangnya yang terurai indah, menggelombang ditiup angin. Benar-benar sempurna seperti malaikat, pikirnya dalam hati. Diam-diam sebersit perasaan iri menggumpal di dada Eunji. Seandainya aku bisa seperti dia….
Kenzie-ah, apakah kita bisa bersahabat?”
Kenzie terkejut endengar pertanyaan Eunji. Sambil tersenyum dia berkata. “Mengapa kau bertanya seperti itu? Tentu saja aku mau. Kau ini baik sekali, Eunji. Aku pasti mau menjadi sahabatmu.”
Mereka berdua kembali tersenyum. Kenzie memeluk Eunji dengan hangat, tanda persahabatan mereka resmi dimulai. Angin sejuk ditaman kota pun kembali meniup tubuh mereka berdua. Daun-daun bertebangan seakan ikut merayakan kebahagiaan mereka yang bersahabat.
“Hari sudah mulai gelap. Sebaiknya kita pulang sekarang.” Eunji menuntun Kenzie menuju subway terdekat untuk membawa mereka pulang kerumah.
>oOo<

“Kau sudah bangun? Ini masih sangat pagi.” Kenzie melirik jam dinding yang ada didapur. Pukul 04.30. Terlalu pagi untuknya yang biasa terlambat bangun. Matanya masih setengah terbuka. Sambil merapatkan jaketnya, ia berjalan mendekati Eunji yang sedang sibuk menyiapkan makanan.
“Aku terbiasa bangun jam segini. Biar tidak terburu-buru nanti.” Eunji melihat Kenzie yang sepertinya masih berjuang untuk membuka matanya. “Kalu masih mengantuk, tidur saja lagi. Kau pasti terbangun karena mendengar suara berisik didapur kan?”
Kenzie mengangguk, ia masih berusaha menyadarkan dirinya. “Aku tidak ingin tidur lagi. Kau butuh bantuan?”
“Tidak perlu. Sudah jangan membantah. Kau masih sangat mengantuk. Kembali ke kamarmu.”
Kenzie tidak bisa lagi menahan rasa kantuk yang menyerangnya. Iapun membalikkan tubuhnya dan kembali ke kamar dengan mata yang terpejam. “Baiklah, terserah kau saja.”
Jam weker dimeja sebelah tempat tidur Kenzie berdering. Pukul 06.00. Kenzie meregangkan otot tubuhnya yang baru saja relaksasi. Hari ketiganya di kota Seoul, tapi ia masih tetap belum bisa menghilangkan kebiasaannya terlambat bangun. Dengan dibalut piama tidur, ia membuka lemari baju dan mengambil peralatan mandi.
“Kemana Eunji?” Ia berusaha menemukan gadis itu didapur. “Apa aku sudah sangat terlambat untuk bangun? Bagaimana kalau dia berangkat duluan? Aigoo, aku ka tidak tahu dimana tempatnya.” Kenzie bergegas masuk kamar mandi dan membersihkan tubuhnya secepat kilat. Tapi ternyata begitu ia selesai mandi, Eunji sudah duduk di meja makan.
“Cepat pakai bajumu. Kita sarapan bersama.”
Kenzie mengangguk dan masuk kekamarnya. Beberapa menit kemudian ia keluar kamarnya dan siap untuk sarapan. “Kau tadi pergi kemana? Aku mencarimu tahu.”
Eunji tersenyum jahil. “Kenapa? Kau takut aku tinggalkan ya?”
“Tidak juga.” Kenzie menyanggah dugaan Eunji. Padahal ia memang takut jika Eunji meninggalkannya dan pergi lebih dulu.
“Tadi aku pergi membeli beberapa keperluanku dan persediaan untuk didapur.” Kenzie hanya mengangguk tipis. “Ayo cepat habiskan makananmu. Kita harus pergi sekarang.”
“Sekarang? Kau lihat sekarang masih pukul 06.37. Apa orang-orang Korea harus melakukan aktivitasnya sepagi ini?”
“Beberapa. Termasuk aku. Aku suka tepat waktu dan tidak suka membuat orang lain menunggu.”
“Aku justru sebaliknya.” Ujar Kenzie dengan polos.
“Kau harus merubahnya. Mulai saat ini, kau juga harus terbiasa bangun pagi seperti aku. Kita akan kuliah pagi mulai minggu depan.” Kenzie termenung mendengar Eunji yang mengatakan bahwa mereka harus kuliah pagi. Ia tidak bisa membayangkan harus bangun sepagi itu setiap hari. “Tidak apa-apa, kau akan terbiasa. Baiklah, ayo kita berangkat sekarang.” Eunji menggapai kacamatanya diatas meja dan memakainya sebelum keluar dari flat.
Mereka berdua berjalan menyusuri trotoar dipinggir jalan. Pagi itu cuaca sedikit berkabut. Tapi ternyata itu tidak menghalangi orang-orang intuk beraktivitas pagi itu. Buktinya sudah banyak orang yang berlalu lalang mengitari kota.
“Kita mau kemana?” Kenzie penasaran Eunji akan membawanya kemana.
“Kau lupa? Kita akan menemui mentor kita.”
“Aku tahu, Eunji-ah. Maksudku dimana kita akan menemuinya? Dan apakah harus sepagi ini?”
“Dia meminta kita menemuinya di restoran Jepang dekat taman kota tempat kita beristirahat kemarin. Kita akan menemuinya nanti sore, sekitar pukul 05.00”
“Lalu kenapa kita harus pergi sepagi ini?”
“Kenzie, masih banyak tempat di kota Seoul ini yang belum aku kenalkan kepadamu.”
“Baiklah, aku ikut katamu saja.” Kenzie menghentikan ocehannya. Namun bebearap saat kemudian ia tak tahan untuk berhenti berkicau. “Apa dia orang Jepang?” Kenzie menjadi penasaran.
“Entahlah. Aku juga belum pernah melihatnya.”
“Lalu bagaimana kau tahu dia meminta kita menemuinya di restoran Jepang?”
Eunji menghentikan langkahnya mendengar pertanyaan Kenzie yang seperti menginterogasi. Ia pun tersenyum sambil menatap Kenzie. “Kenzie-ah, dia mengirimiku e-mail kemarin malam dan mengatakan kita harus menemuinya hari ini di restoran Jepang. Sepertinya kau terlihat sangat antusias untuk menemuinya.”
“Tidak juga. Aku hanya penasaran. Aku ini sangat mudah penasaran kau tahu.” Kenzie dan Eunji kembali melangkahkan kaki mereka menuju subway dan naik kereta bawah tanah agar mereka bisa mengunjungi tempat-tempat yang ingin mereka datangi di kota Seoul.
Waktu sudah menunjukkan pukul 05.00. Langkah kaki Kenzie terhenti ketika didepannya sudah megah berdiri sebuah bangunan tinggi bergaya arsitektur khas Negeri Sakura. Para pelayannya menggunakan kimono, baju khas Jepang, dengan ramah menyambut pelanggan dan mempersilakan mereka masuk. Kenzie dan Eunji memilih meja dekat jendela, agar mereka bisa melihat suasana luar restoran sekaligus mengira-ngira orang yang akan menjadi mentor mereka.
Seorang pelayan wanita mendatangi meja mereka berdua menggunakan baju kimono menawarkan menu. Setelah selesai mencatat pesanan mereka, pelayan itu pergi meninggalkan Kenzie dan Eunji untuk membuatkan pesanan mereka. Suasana restoran itu begitu damai. Aroma bunga sakura yang khas memenuhi ruangan, ditambah lagi alunan musik Kitaro mendayu-dayu keluar dari pengeras suara yang dipasang disetiap sudut ruangan. Lembut sekali. Pelayan yang tadi membuatkan pesanan, kembali dengan membawa baki yang berisi dua cangkir Green Tea hangat pesanan Kenzie dan Eunji.
Kenzie mengangkat cangkir Green Tea didepannya dan meminumnya perlahan. Aroma teh hijau yang khas menyeruak dari cangkir mungil ditangannya. Sesekali ia melihat keluar jendela, pemandangan malam kota Seoul yang terbingkai indah lewat kaca besar didepannya. Ia merilekskan posisi duduknya. Mungkin aroma Green Tea hangat sudah membantu pikirannya tenang. Kenzie mulai mengira-ngira siapa orang yang akan menjadi mentornya. Apa dia akan berhasil menjadi mentor yang baik bagi Kenzie? Kenzie hanya membiarkan pikirannya terus melayang bersama pemandangan indah kota Seoul yang terpampang didepannya.
Pintu restoran terbuka. Beberapa pelayan menyambut kedatangan pelanggan yang datang  seperti yang mereka lakukan pada Kenzie dan Eunji tadi. Seorang pria muda berjaket merah berjalan mendatangi meja mereka. Eunji segera menyadari seseorang sedang mendekat kearah mereka. Kenzie masih terpaku melihat pemandangan kota Seoul sampai Eunji menyenggol sikunya. Kenzie pun sedikit terkejut karena Eunji sudah berdiri terlebih dahulu disampingnya.
Ia melihat seorang pria tampan berjalan mendekat kearah mereka. Apakah dia yang akan menjadi mentorku? Pria itupun hampir sampai di meja mereka. Eunji segera memegang tangan Kenzie dan menyuruhnya untuk segera berdiri. Kenzie cepat-cepat mengubah posisinya dan mengikuti isyarat Eunji.
Annyeonghaseo, maaf telah membuat kalian berdua menunggu.” Pria itu membungkuk saat mengucapkan salam, kemudian membuka kacamata hitamnya dan meletakkannya diatas meja. “Silakan duduk.” Pria itu mempersilakan Kenzie dan Eunji duduk.
“Sudah lama menunggu?” Kenzie dan Eunji hanya menggeleng menjawab pertanyaan pria itu. Ia hanya tersenyum menyadari kegugupan kedua gadis cantik yang sedang duduk didepannya. Ia melambaikan tangannya pada pelayan restoran dan mempersilakan kedua gadis itu memesan makanan lebih dulu. Saking gugupnya, Kenzie dan Eunji sepakat memesan makanan yang sama melalui isyarat mata. Kemudian giliran pria itu yang memesan makanan. Beberapa saat kemudian ia selesai memesan makanan dan membiarkan pelayan itu pergi menyiapkan pesanan.
“Baiklah, kurasa kalian sudah tahu untuk apa kalian aku undang kemari. Perkenalkan, aku Lee Junho. Aku adalah senior kalian di Fakultas Art Director, dan akan menjadi mentor kalian berdua untuk beberapa waktu kedepan.  Sekarang giliran kalian yang memperkenalkan diri.”
Kenzie dan Eunji hanya saling berpandangan sebelum mereka memutuskan siapa yang terlebih dahulu memperkenalkan diri. Lagi-lagi menggunakan isyarat mata, mereka berdua saling melempar giliran untuk memperkenalkan diri.
Pria bernama Lee Junho itu hanya tersenyum melihat tingkah kedua gadis cantik yang akan menjadi adik didiknya itu, dan akhirnya memutuskan Eunji yang terlebih dahulu memperkenalkan diri. Eunji hanya mengangguk setelah mengetahui dirinya yang pertama memperkenalkan diri. Kenzie hanya menjulurkan lidahnya pada Eunji karena mengetahui dirinya mendapat giliran yang kedua. Eunji membenarkan posisi kacamatanya yang sebenarnya tidak apa-apa, hanya sekedar untuk menghilangkan kegugupannya.
“Namaku Park Eunji-imnida.” Eunji menganggukkan kepalanya tanda hormat sambil tersenyum pada Junho.
Junho membalas anggukan Eunji sambil tersenyum padanya. Ia merubah pandangannya pada Kenzie. “Sekarang giliranmu, Nona.”
Kenzie melihat Eunji berbalik menjulurkan lidah padanya. “Namaku Han Kenzie-imnida.” Kenzie menganggukkan kepala dan tersenyum pada Junho seperti yang dilakukan Eunji tadi.
“Han Kenzie-ssi, sepertinya kau bukan berasal dari Korea, bukan?”
Kenzie terkejut mendengar pertanyaan Junho. Bagaimana Junho bisa tahu bahwa dirinya bukan berasal dari Korea? Bagaimanapun juga wajahnya masih mewarisi ayahnya yang asli orang Korea, meskipun memang ibunya adalah asli keturunan California.
“Sebenarnya aku baru saja pindah ke Seoul tiga hari yang lalu.”
“Darimana asalmu?”
“San Diego, California Selatan.”
Junho hanya tersenyum mendengar jawaban Kenzie. “Aksenmu sangat berbeda dari kebanyakan orang Korea.” Kenzie tersenyum, ia tidak merasa heran Junho mengetahui dirinya bukan asli orang Korea dari cara ia berbicara. “Baiklah Kenzie-ssi dan Eunji-ssi, mulai saat ini aku sudah resmi menjadi mentor kalian. Dan kalian boleh memanggilku Oppa.”
Mereka bertiga terlibat percakapan hangat sambil menikmati hidangan yang sudah mereka pesan. Mencoba mengenal satu sama lain lebih jauh dan mencoba membangun kerjasama dengan baik. Sesekali salah satu diantara mereka melontarkan lelucon dan tertawa bersama untuk mencairkan suasana. Mereka semua menceritakan diri mereka masing-masing untuk mengenal lebih dekat satu sama lain. Tak terasa, waktu terus berjalan. Langit malam dikota Seoul pun semakin larut. Kenzie dan Eunji pun meminta izin untuk pulang.
“Kalian tinggal dimana?” Tanya Junho pada kedua gadis itu.
“Kami tinggal di satu flat yang sama di distrik dekat kawasan ini.” Kenzie mencoba menjelaskan.
“Ini sudah larut malam. Sebaiknya aku antarkan kalian pulang.”
Kenzie dan Eunji kembali saling berpandangan dan tanpa sengaja mereka mengucapkan kata-kata yang sama bersamaan. “Tidak usah usah repot-repot, Oppa. Kami bisa pulang sendiri.”
“Tidak apa-apa. Aku adalah mentor kalian, jadi aku juga ikut bertanggung jawab pada kalian. Dan kalian tidak usah takut, aku bukan orang jahat.” Junho tersenyum sambil memanggil pelayan untuk memberikan bill-nya. Ia berdiri dan berjalan mendahului mereka berdua keluar dari restoran. “Ayo, kalian bilang ini sudah larut malam kan?”
Kedua gadis itu itu berjalan dibelakang Junho sambil berbisik-bisik membicarakan sesuatu. Tapi tanpa Kenzie sadari, Eunji terus menerus menatap kearah Junho sambil memperhatikan langkahnya. Sementara itu Kenzie hanya memutar-mutar matanya mencari pemandangan indah yang bisa ia temukan disekitar area lapangan parkir restoran Jepang itu. Junho menghentikan langkahya ketika mereka telah sampai di mobil BMW Silver miliknya. Sambil membuka pintu, Junho mempersilakan Kenzie dan Eunji masuk ke mobilnya.
“Silakan masuk, Nona-Nona.” Katanya sambil membukakan pintu mobil. Beberapa saat kemudian mobilnya sudah meninggalkan lapangan parkir.
Di sepanjang perjalanan menuju flat mereka, Junho memperhatikan kedua gadis itu dari spion depan mobilnya. Sepertinya bukan hanya Eunji yang kagum dan terperanjat pada kecantikan wajah Kenzie, Junho pun demikian. Wajah Kenzie yang merupakan campuran darah Korea yang ia dapat dari ayahnya dan darah California dari ibunya, ternyata membuat perhatian Junho tertuju padanya. Gadis itu melihat pemandangan malam Kota Seoul dari kaca di kursi belakang mobil. Wajahnya sesekali terlihat tersenyum manis mengagumi apa yang sedang ia lihat. Cantik sekali dia, ucap Junho dalam hati.
“Eunji-ah, sepertinya kau memang benar. Kota ini sangat indah….” Wajah Kenzie sumingrah ketika mobil yang mereka tumpangi melintas didepan gedung Seoul Tower. Eunji mengangguk setuju dan mulai menjelaskan sedikit tentang Gedung Seoul Tower itu.
“Kau akan lebih jatuh cinta pada kota ini setelah kau mulai pergi kuliah nanti, Kenzie.” Tiba-tiba Junho menyeletuk didalam pembicaraan.
“Aku harap juga begitu, Oppa.” Kenzie kembali tersenyum sambil menatap mata Junho lewat kaca spion mobilnya.
Junho kembali memfokuskan pandangannya pada kemudi mobil yang sedang dikendarainya setelah matanya beberapa saat bertemu dengan sepasang mata indah milik Kenzie. Ia merasa beruntung telah dipertemukan dengan gadis secantik Kenzie. Belum selesai dia memikirkan gadis yang baru saja ia temui tadi, kini mobilnya telah sampai di depan parkiran sebuah gedung flat tempat Kenzie dan Eunji tinggal. Mereka bertiga turun dari mobil.
Kamsahabnida, Junho Oppa. Terima kasih sudah mengantar kami pulang.” Eunji membungkuk mengucapkan terima kasih pada Junho dan mewakili Kenzie.
Cheonmaneyo. Sebaiknya kalian segera beristirahat. Sampai jumpa.” Junho memasuki mobilnya dan melambaikan tangan pada mereka berdua. Eunji masih terus memperhatikan mobil Junho yang semakin lama semakin menjauh sampai akhirnya hilang ditelan kegelapan malam. Kenzie sudah terlebih dahulu masuk kedalam gedung sambil menunggu pintu lift terbuka.
>oOo<



Selasa, 06 Maret 2012

Ciri-Ciri Kalo Kita Lagi Jatuh Cinta

Ciri-Ciri Kalo Kita Jatuh Cinta

Ada beberapa tanda-tanda umum kalo kamu sedang jatuh cinta.. Simak ciri-cirinya berikut ini : 

1. Kamu melihat ada sesuatu yang berbeda dalam diri dia yang menarik untuk ditelusuri
2. Merasa ada sesuatu yang menggelitik dari dalam diri kita
3. Suka senyum-senyum atau ketawa-ketawa sendiri nggak jelas
4. Suka curi-curi pandang ke arah target
5. Kalo dia lagi ngeliat ke arah kita, jantung rasanya kayak mau copot
6. Salah tingkah di depan dia
7. Nggak sadar suka mempermalukan diri sendiri
8. Berkeliaran di dekat dia terusss
9. Suka ngelamun
10. Mengkhayal yang indah-indah tentang kamu dan dia
11. Nggak nafsu makan
12. Mendadak jadi insomnia alias susah tidur
13. Isi diarymu seputar dia, dia, dia, diaaaaa terusss
14. Sering dengerin lagu mellow yang liriknya about love melulu
15. Jadi care sama penampilan dan berusaha tampil keren terus di depan dia
16. Seneng banget ngira-ngira lewat ramalan bintang
17. Bentar-bentar ngaca
18. Nyari tahu segalanya tentang dia, termasuk no telpon neneknya
19. Deketin sobatnya, buka akses langsung ke dia
20. Diam-2 motret dia pake HP terus kamu jadiin wallpaper
21. Hobi nulis-2 namanya di setiap lahan kosong yang bisa kamu coretin
22. Pelototin foto dia terusss
23. Jadi ja’im berat kalo di deket dia
24. Badan semerbak mewangi sana sini tralala trilili
25. Kalo dia negur, rasanya kayak kesetrum
26. Bela-belain bangun pagi buat bikin bekal untuk dikasih ke dia
27. Nyimpenin sms dari dia
28. Setia nunggu dia nelpon meskipun dia nggak janji mau nelpon
29. Sok jual mahal kalo dideketin, tapi kalo dia nggak ada kelabakan sendiri
30. Meng-iya kan apapun maunya dia, biarpun kamunya nggak suka
31. Bilangnya Cuma nganggep temen, padahal mau kesengsem berat
32. Pusing mikirin cara gimana ngajak dia nonton setelah sengaja beli tiket dua
33. Rela nyisihin uang jajan untuk beli hadiah ulang tahun dia
34. Nyari kartu valentine paling romantis buat dia
35. Selalu memuji segala hal tentang dia
36. Beli buku-buku psikologi tentang cinta dan dipraktekin satu-satu
37. Satu senyuman dari dia bikin kamu mengira-ngira seribu maknanya
38. Rajin sms-in kabar dia
39. Pura-pura minjem buku padahal kita nggak perlu buku itu
40. Minjemin CD terbaru supaya kamu ada alasan buat ke rumah dia ngambil CD
41. Pas ketemu mata sama dia, muka serasa jadi kayak kepiting rebus
42. Mati-matian nyari topik supaya obrolanmu nggak bisa basi kalo lagi sama dia
43. Mencatat semua tanggal ketemuan, isi obrolan, dan resume-nya di diary
44. Menyukai hal-hal yang dia sukai
45. Jadi teman yang baik dan penuh perhatian saat dia lagi punya masalah
46. Nggak mempedulikan apapun kekurangan dia
47. Nggak bisa ngelupain dia sekalipun dia udah ngecewain berat
48. Bener-bener sedih kalo dia lagi nggak ada
49. Jadi anak paling rajin yang pernah dia temui
50. Saat baca artikel ini, kamu jadi teringat pada seseorang. Pertanda kamu bener-bener lagi jatuh cinta!!!



Catatan: Aku udah mengalami beberapa ciri-ciri diatas loh! Tandanya aku sedang jatuh cinta! Hahaha! *pamer bener?*




Source: http://www.boncherry.com